Selama ini, indicator
secara global yang banyak digunakan
dalam menghitung angka
kemiskinan adalah melalui
pendekatan moneter seperti garis kemiskinan dengan batas USD. 1.25 Purchasing
Power Parity (PPP), USD. 1.5 PPP atau melalui
pendekatan konsumsi dasar (basic need) yang digunakan di Indonesia. Sejak tahun 2010, UNDP dan OPHI menyepakati sebuah
inisiasi pengukuran kemiskinan baru melalui Multidimensional Poverty Index (MPI) yang dimuat dalam HDR 2010. Berbeda dengan metode pengukuran kemiskinan yang
selama ini berbasis pendapatan atau konsumsi. MPI melihat struktur kemiskinan lebih
luas bukan sekedar pendapatan atau konsumsi tapi mendefiniskan secara multidimensi seperti
keterbatasan akses terhadap pendidikan, kesehatan dan kualitas hidup. Bagaimana dengan kemiskinan di Maluku Utara ditinjau dari pendekatan MPI?
Angka
kemiskinan multidimensi di Maluku Utara pada tahun 2012 adalah sebesar 70,54.
Angka tersebut kemudian menurun menjadi 56,51 di tahun 2013 dan di tahun 2014
menjadi 55,51. Jika dibandingkan dengan angka kemiskinan moneter yang
ditetapkan oleh BPS maka terlihat perbedaan yang sangat jauh, dimana angka kemiskinan
multidimensional berada diatas kemiskinan moneter (AKM) tahun 2012 (AKM =
8,06), tahun 2013 (AKM = 7,64), dan tahun 2014 (AKM = 7,41) sebagaimana
terlihat pada gambar 1 di bawah. Data tersebut menunjukkan bahwa kemiskinan
bukan saja menyangkut kalkulasi nominal moneter dimana garis kemiskinan dihitung
menjadi standard seperti garis kemiskinan nasional (Rp. 162.000/kapita/bulan)
tapi kemiskinan merupakan multidimensi aspek yang terbukti memberikan perbedaan
jumlah yang sangat signifikan.
Perbandingan
angka kemiskinan menurut kabupaten/kota di Maluku Utara menunjukkan bahwa
Kabupaten Halmahera Selatan adalah kabupaten yang memiliki angka kemiskinan
tertinggi yakni sebesar 68,78. Angka kemiskinan terendah terdapat pada Kota
Ternate (32,26) dan Kota Tidore Kepulauan (37,60). Sementara itu, Kabupaten
Halmahera Tengah memiliki angka kemiskinan multidimensi sebesar 50,80,
Kabupaten Halmahera Utara (52,37), Kabupaten Halmahera Barat (58,35), Kabupaten
Halmahera Timur (61,90), Kabupaten Kepulauan Sula (63,62), dan Kabupaten Pulau
Morotai (66,72). Angka kemiskinan tersebut menunjukkan bahwa seluruh
kabupaten/kota di Maluku Utara masih sangat tinggi dibandingkan dengan
rata-rata angka kemiskinan secara nasional. Ketimpangan masih sangat tinggi
antara kemiskinan di wilayah administrasi kota dan kabupaten se Maluku Utara.
Ketimpangan tersebut juga tergambar pada hasil
analisis kemiskinan menurut kota dan desa di Provinsi Maluku Utara. Kemiskinan
multidimensi di daerah perdesaan untuk Provinsi Maluku Utara masih sangat
tinggi jika dibandingkan dengan daerah perkotaan. Data tahun 2012 menunjukkan
bahwa kemiskinan multidimensi di pedesaan mencapai 70,54, sementara kemiskinan
di perkotaan hanya 38,65, meskipun secara umum masih lebih tinggi dari angka
kemiskinan secara nasional. Selanjutnya di tahun 2013, kemiskinan di daerah
pedesaan mengalami penurunan yang sangat baik hingga mencapai 64,96, demikian
pula dengan daerah perkotaan yang mengalami penurunan hingga mencapai angka
34,20 namun masih lebih tinggi dari rata-rata nasional (Desa sebesar 42,22 dan
Kota sebesar 19,35). Data menarik justru terlihat pada tahun 2014, dimana
daerah pedesaan di Maluku Utara mengalami peningkatan angka kemiskinan
multidimensi yang mencapai angka 67,40, sedangkan untuk perkotaan mengalami
penurunan hingga mencapai 25,41, demikian pula dengan angka kemiskinan
multidimensi secara nasional (18,55)
0 comments:
Post a Comment