Showing posts with label Publikasi Riset. Show all posts
Showing posts with label Publikasi Riset. Show all posts
Monday, October 12, 2015 | By: M.A. Arilaha

Perbandingan Angka Kemiskinan Multidimensi dengan Angka Kemiskinan Moneter di Provinsi Maluku Utara, 2012 – 2014

Selama ini, indicator secara global yang banyak digunakan dalam menghitung angka kemiskinan adalah melalui pendekatan moneter seperti garis kemiskinan dengan batas USD. 1.25 Purchasing Power Parity (PPP), USD. 1.5 PPP atau melalui pendekatan konsumsi dasar (basic need) yang digunakan di Indonesia. Sejak tahun 2010, UNDP dan OPHI menyepakati sebuah inisiasi pengukuran kemiskinan baru melalui Multidimensional Poverty Index (MPI) yang dimuat dalam HDR 2010. Berbeda dengan metode pengukuran kemiskinan yang selama ini berbasis pendapatan atau konsumsi. MPI melihat struktur kemiskinan lebih luas bukan sekedar pendapatan atau konsumsi tapi mendefiniskan secara multidimensi seperti keterbatasan akses terhadap pendidikan, kesehatan dan kualitas hidup. Bagaimana dengan kemiskinan di Maluku Utara ditinjau dari pendekatan MPI?

Angka kemiskinan multidimensi di Maluku Utara pada tahun 2012 adalah sebesar 70,54. Angka tersebut kemudian menurun menjadi 56,51 di tahun 2013 dan di tahun 2014 menjadi 55,51. Jika dibandingkan dengan angka kemiskinan moneter yang ditetapkan oleh BPS maka terlihat perbedaan yang sangat jauh, dimana angka kemiskinan multidimensional berada diatas kemiskinan moneter (AKM) tahun 2012 (AKM = 8,06), tahun 2013 (AKM = 7,64), dan tahun 2014 (AKM = 7,41) sebagaimana terlihat pada gambar 1 di bawah. Data tersebut menunjukkan bahwa kemiskinan bukan saja menyangkut kalkulasi nominal moneter dimana garis kemiskinan dihitung menjadi standard seperti garis kemiskinan nasional (Rp. 162.000/kapita/bulan) tapi kemiskinan merupakan multidimensi aspek yang terbukti memberikan perbedaan jumlah yang sangat signifikan.

Perbandingan angka kemiskinan menurut kabupaten/kota di Maluku Utara menunjukkan bahwa Kabupaten Halmahera Selatan adalah kabupaten yang memiliki angka kemiskinan tertinggi yakni sebesar 68,78. Angka kemiskinan terendah terdapat pada Kota Ternate (32,26) dan Kota Tidore Kepulauan (37,60). Sementara itu, Kabupaten Halmahera Tengah memiliki angka kemiskinan multidimensi sebesar 50,80, Kabupaten Halmahera Utara (52,37), Kabupaten Halmahera Barat (58,35), Kabupaten Halmahera Timur (61,90), Kabupaten Kepulauan Sula (63,62), dan Kabupaten Pulau Morotai (66,72). Angka kemiskinan tersebut menunjukkan bahwa seluruh kabupaten/kota di Maluku Utara masih sangat tinggi dibandingkan dengan rata-rata angka kemiskinan secara nasional. Ketimpangan masih sangat tinggi antara kemiskinan di wilayah administrasi kota dan kabupaten se Maluku Utara.

Ketimpangan tersebut juga tergambar pada hasil analisis kemiskinan menurut kota dan desa di Provinsi Maluku Utara. Kemiskinan multidimensi di daerah perdesaan untuk Provinsi Maluku Utara masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan daerah perkotaan. Data tahun 2012 menunjukkan bahwa kemiskinan multidimensi di pedesaan mencapai 70,54, sementara kemiskinan di perkotaan hanya 38,65, meskipun secara umum masih lebih tinggi dari angka kemiskinan secara nasional. Selanjutnya di tahun 2013, kemiskinan di daerah pedesaan mengalami penurunan yang sangat baik hingga mencapai 64,96, demikian pula dengan daerah perkotaan yang mengalami penurunan hingga mencapai angka 34,20 namun masih lebih tinggi dari rata-rata nasional (Desa sebesar 42,22 dan Kota sebesar 19,35). Data menarik justru terlihat pada tahun 2014, dimana daerah pedesaan di Maluku Utara mengalami peningkatan angka kemiskinan multidimensi yang mencapai angka 67,40, sedangkan untuk perkotaan mengalami penurunan hingga mencapai 25,41, demikian pula dengan angka kemiskinan multidimensi secara nasional (18,55)




Thursday, August 11, 2011 | By: M.A. Arilaha

CORPORATE GOVERNANCE, DAN KARASTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN

Penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Keuangan  dan Perbankan, Vol. 13, No. 3 September 2009, hal. 386-394, memberikan bukti empiris tentang pengaruh corporate governance, profitabilitas, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan deviden. Hasil penelitian ini menemukan bahwa corporate governance memiliki hubungan positif dengan kebijakan deviden, tetapi tidak signifikan. Penelitian ini juga tidak mendukung teori subtitusi yang menyatakan bahwa perusahaan yang mekanisme corporate governance-nya buruk akan memberikan deviden kepada investor, dengan kata lain ada hubungan negatif antara mekanisme corporate governance dan kebijakan deviden. Profitabilitas perusahaan yang diukur dengan ROA berpengaruh positif terhadap kebijakan deviden. Sementara itu pertumbuhan perusahaan yang diukur dengan menggunakan rata-rata pertumbuhan penjualan selama 3 tahun, memiliki pengaruh negative terhadap kebijakan deviden. Bagi investor yang akan melakukan investasi dananya ke perusahaan go public yang menerapkan GCG sebaiknya memilih perusahaan-perusahaan yang memiliki skor pemeringkatan GCG yang tinggi, karena skor pemeringkatan GCG yang tinggi menunjukan perusahaan cenderung membagikan devidan. Selain itu, Manajemen perusahaan sebaiknya menjalankan GCG secara lebih baik dan konsisten, sehingga skor GCG akan tinggi dan mengakibatkan investor tertarik untuk menanamkan dananya.
Silahkan download: isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/13309386394_1410-8089.pdf


Pengaruh Free Cash Flow, Profitabilitas, Likuiditas, Dan Leverage Terhadap Kebijakan Deviden



Penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Keuangan Dan Perbankan, Vol. 13, No. 1 Januari 2009, hal. 78-87 memberikan bukti empiris tentang bagaimana pengaruh free cash flow, profitabilitas, likuiditas, serta pengaruh leverage terhadap kebijakan deviden. Hasil penelitian ini menemukan bahwa free cash flow perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan deviden. Besar kecilnya arus kas bebas tidak mempengaruhi besar kecilnya pembagian deviden. Apabila perusahaan menginginkan untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham dengan membagikan deviden sedangkan kondisi arus kas bebas tidak memungkinkan, perusahaan dapat menggunakan pendanaan eksternal. Dari sisi profitabilitas yang berpengaruh terhadap kebijakan deviden, ditemukan bahwa besar kecilnya perusahaan akan mempengaruhi besar kecilnya pembagian deviden. Apabila laba perusahaan besar berarti deviden ysng dibagikan akan semakin besar pula, demikian sebaliknya. Sementara itu, tinggi rendahnya Likuiditas perusahaan tidak berarti mempengaruhi besar kecilnya pembayaran deviden, sehingga perusahaan yang memiliki likuiditas yang lebih baik tidak berarti pembayaran deviden lebih baik pula. Silahkan download: isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/13309386394_1410-8089.pdf