Perubahan paradigma bisnis saat ini terhadap perkembangan lingkungan telah menggeser strategi bisnis perusahan yang bertujuan bukan hanya mengalokasikan sumber daya perusahaan untuk memperoleh keuntungan saat ini, namun menerapkan strategi keberlanjutan jangka panjang yang membantu memastikan stabilitas keuangan dalam jangka panjang, kepatuhan terhadap hukum, persiapan untuk memenuhi persyaratan yang berpotensi terjadi di masa depan, menjaga reputasi perusahaan, membangun ketahanan perusahaan terhadap perubahan ekonomi, sosial dan lingkungan, penggunaan sumber daya yang terbatas secara efektif dan efisien, serta memberikan pelayanan yang lebih baik. Keberlanjutan perusahaan adalah pendekatan yang bertujuan untuk menciptakan nilai pemangku kepentingan jangka panjang melalui penerapan strategi bisnis yang berfokus pada dimensi etika, sosial, lingkungan, budaya, dan ekonomi dalam berbisnis. Keberlanjutan semakin menjadi kebutuhan bagi perusahaan karena perubahan perspektif lingkungan bisnis. Keberlanjutan dapat didefinisikan sebagai penyediaan kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya yang dilandasi oleh tiga pilar yakni ekonomi, lingkungan dan social (Elkington, 1998). Konsep corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu strategi bisnis yang diterapkan pada korporasi agar dapat terus bertahan di pasar industrinya. Meskipun istilah CSR telah digunakan sejak tahun 1970-an, popularitas konsep CSR semakin berkembang sejak Elkington (1998) memperkenalkan konsep The Triple Button Line, yang menjelaskan bahwa keuntungan ekonomi (profit) bukan satu-satunya tujuan yang harus dicapai perusahaan untuk dapat terus beroperasi dan berkembang, kepedulian terhadap lingkungan (planet) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (people) adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tujuan perusahaan agar dapat terus bertahan di pasar (sustainability). Evolusi konsep CSR ini kemudian melahirkan Creating Shared Value (CSV) yang diperkenalkan oleh Porter & Kramer (2011).
Konsep Corporate
Social Responsibility (CSR)
Dewasa ini, sebagian besar organisasi terlihat memberikan perhatian yang luar
biasa pada lingkungan bisnisnya agar mampu terus bertahan. Salah satu bentuk
perhatian tersebut tercermin dalam kegiatan CSR. Penerapan CSR oleh perusahaan
bertujuan untuk dapat memberikan manfaat yang terbaik bagi stakeholder melalui
pemenuhan tanggung jawab ekonomi, hukum, etika dan kebijakan di lingkungan
sekitar perusahaan. Konsep CSR sejalan dengan pemikiran Elkington, (1998)
bahwa untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, perusahaan bukan hanya
sekedar mengejar keuntungan secara finansial (profit), namun juga memperhatikan
dan wajib terlibat dalam upaya pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people)
serta aktif berkonstribusi menjaga kelestarian lingkungan (planet).
Meskipun defenisi konsep CSR masih beragam dan belum diterima secara
universal oleh berbagai lembaga (Ginting, 2020),
inti dari konsep CSR adalah bagaimana perusahaan mampu bertahan dalam
persaingan secara berkelanjutan (sustainability) dengan menghadirkan
kepercayaan dari stakeholder terhadap operasional perusahaan dan produk yang
didasarkan pada kepedulian terhadap kebutuhan masyarakat dan lingkungannya. Penyelarasan
harapan stakeholder (pelanggan, karyawan, mitra bisnis, lingkungan dan
masyarakat) dan bertanggung jawab dalam tindakan, sikap, dan nilai-nilainya
secara umum, perusahaan diharapkan dapat mempertahankan pertumbuhan dan keberlanjutannya.
Menurut Ogrizek (2002)
ruang lingkup CSR adalah untuk mensinergikan tidak hanya kegiatan amal,
filantropi dan keterlibatan masyarakat tetapi juga praktik bisnis termasuk
sistem manajemen lingkungan, kebijakan sumber daya manusia, dan investasi
strategis untuk masa depan yang berkelanjutan. Sementara Rao (2005)
menegaskan bahwa praktek CSR pada sebuah perusahaan tercermin dari tata kelola
yang baik untuk kepentingan semua pemangku kepentingan, yakni memastikan untuk
menambah kekayaan perusahaan dengan mengikuti hukum dan kebiasaan masyarakat,
mengembangkan kemampuan semua orang di perusahaan dan khususnya yang kurang
beruntung, memiliki kepekaan terhadap lingkungan. dan dampak ekologis dari
tindakannya, dan mengambil tanggung jawab untuk meningkatkan kehidupan
masyarakat. CSR oleh dianggap sebagai strategi pemasaran, yang menambah
pengetahuan manajer dan memberikan manfaat yang lebih luas bagi perusahaannya dengan
meningkatkan citra dan membangun ekuitas merek perusahaan (Lichtenstein et al., 2004).
Konsep Creating
Shared Value (CSV)
Konsep CSV menurut Salonen & Camilleri (2020)
merupakan pengembangan dari Stakeholder Theory yang dikemukakan oleh Freeman
pada tahun 1984 dan teori Social Entrepreneurship dari Bowen di tahun 1953. CSV
juga merupakan hasil dari pengembangan konsep CSR yang digagas oleh Porter & Kramer (2006)
yang mengaitkan antara Competitive Advantage dan Corporate Social
Responsibility, yang kemudian menyimpulkan bahwa perusahaan tidak mampu
memikul tanggung jawab atas semua masalah yang terjadi di dunia karena tidak
memiliki semua sumber daya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Lebih lanjut
dikatakan bahwa perusahaan hanya dapat mengidentifikasi serangkaian masalah
sosial tertentu dan berupaya untuk membantu menyelesaikannya dan dari mana ia
dapat memperoleh manfaat kompetitif terbesar. Mengatasi masalah sosial dengan
menciptakan nilai bersama akan mengarah pada solusi mandiri yang tidak
bergantung pada subsidi swasta dan/atau pemerintah. Dalam pengembangannya, penciptaan
nilai bersama harus berfokus pada identifikasi dan perluasan hubungan antara
kemajuan sosial dan ekonomi (Porter & Kramer, 2011).
Dengan demikian maka tujuan korporasi menurut Porter & Kramer (2011) harus
didefinisikan ulang sebagai menciptakan nilai bersama, bukan hanya keuntungan
semata yang akan mendorong gelombang inovasi dan pertumbuhan produktivitas
berikutnya dalam ekonomi global yang disebut sebagai Creating Shared Value.
Hal ini juga akan membentuk kembali kapitalisme dan hubungannya dengan masyarakat,
dan melegitimasi bisnis lagi sebagai kekuatan yang kuat untuk perubahan
positif. CSV selanjutnya didefinisikan sebagai kebijakan
dan praktik operasi yang meningkatkan daya saing perusahaan sekaligus memajukan
kondisi ekonomi dan sosial di masyarakat tempat perusahaan beroperasi.
Ada banyak cara di mana mengatasi masalah sosial dapat menghasilkan manfaat
produktivitas bagi perusahaan. CSV dimulai dengan analisis bisnis yang
mendalam – dan komitmen terhadap perubahan pendekatan strategis. Setiap bisnis
berbeda, dan karena itu memiliki peluang untuk terlibat dengan Nilai Bersama
dengan cara yang berbeda. Porter & Kramer (2011) menyatakan
bahwa perusahaan dapat menerapkan konsep Shared Value pada tiga tingkatan,
yakni: 1). Memahami kembali produk dan pasar; 2). Mendefinisikan ulang
produktivitas dalam rantai nilai; dan 3). Memungkinkan pengembangan klaster
lokal.
Memahami kembali produk dan pasar pada level pertama, CSV membutuhkan
pemikiran yang out-of-the-box. Berkaitan dengan Shared Value pada level
ini tidak hanya tentang menciptakan produk dan layanan baru yang dapat
dipasarkan yang memenuhi kebutuhan masyarakat, tetapi juga tentang membuka
pasar yang belum dimanfaatkan dengan mempertimbangkan kembali dan jika perlu,
mendesain ulang produk yang ada untuk memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi.
Pada level kedua, yakni mendefinisikan kembali produktivitas dalam rantai
nilai, bisnis harus melihat ke dalam dan mengidentifikasi area untuk perbaikan
dalam operasi internal dan hubungan pemasok mereka. Rantai nilai mencakup segala
hal mulai dari sumber daya manusia hingga pemasaran hingga pengadaan dan
logistik. Dengan menilai kembali cara perusahaan menjalankan bisnis, operasi
dapat dirampingkan, pemasok dapat diberdayakan dan biaya dapat dihemat.
Kemudian pada level ketiga, yakni memungkinkan pengembangan klaster local,
memerlukan penciptaan lingkungan yang kondusif untuk operasi bisnis yang
optimal dengan memenuhi kebutuhan masyarakat di sekitar bisnis. Ini juga
termasuk mengembangkan dan memberdayakan elemen rantai pasokan untuk mendorong
stabilitas sekaligus memberi manfaat bagi masyarakat setempat.
Dengan demikian maka CSV adalah kerangka kerja untuk menciptakan nilai
ekonomi sekaligus menangani kebutuhan dan tantangan masyarakat. Ketika bisnis
bertindak sebagai bisnis, bukan sebagai donor amal, maka perusahaan dapat
meningkatkan profitabilitas sambil juga meningkatkan kinerja lingkungan, ukuran
utama kesejahteraan masyarakat. Hanya bisnis yang dapat menciptakan kemakmuran
ekonomi dengan memenuhi kebutuhan dan menghasilkan keuntungan, menciptakan
solusi mandiri dan skalabel tanpa batas.
Best Practice: Samsung
Technology Institute
Pemahaman mendalam terkait CSR dan CSV dapat ditelaah pada praktek cerdas
yang dilakukan oleh perusahaan elektronik Samsung Group melalui Samsung
Technologi Institute (STI) yang bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan dan
kompetensi siswa vokasi dan kurikulum perbaikan elektronik yang dimulai sejak
tahun 2013 dan pada tahun 2017 diperluas dengan berbagai program diantaranya
Link & Match Program, penyelarasan kurikulum Handheld Product, Home
Appliances, Audio Video bagi pihak sekolah dan industry, memberikan fasilitas
magang dan kesempatan kerja, ToT Guru serta bermitra dengan pemerintah, sehingga
tahun 2019 terpilih sebagai pemenang lomba Corporate Soscial Initiative pada
kategori Shared Value yang dilaksanakan oleh Majalah SWA. Bahkan pada tahun
2020 Samsung meraih penghargaan platinum untuk kategori Excellence in Provision
for Literacy & Education, dan penghargaan Gold untuk kategori Best Community
Programme di ajang Global CSR Summit & AwardsTM, yang merupakan
program penghargaan CSR paling bergengsi di Asia (Perjalanan
Menuju Dampak Yang Berkelanjutan: Membuat Perubahan Untuk Hidup Yang Lebih Baik,
n.d.).
Sejumlah program yang dilakukan oleh Samsung secara konsep merupakan
bentuk CSR yang sejalan dengan pemikiran Elkington (1998),
Hal ini terlihat dari upaya pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) sebagai
bentuk konstribusi perusahaan mengatasi tantangan Sustainable Development Goals
(SDGs) yang difokuskan pada pengembangan edukasi dan komunitas di Indonesia.
Selain people, pada perspective planet, Samsung melalui produk yang
dikembangkan turut serta menjaga kelestarian lingkungan dengan memanfaatkan
teknologi sehingga pekerjaan lebih efektif dan efisien. Program pelatihan
perbaikan alat-alat elektronika untuk para siswa adalah salah satu bentuk
kepedulian perusahaan terhadap lingkungan ketika banyak alat elektronik rusak
dan tidak terpakai akan menjadi sampah yang mempengaruhi kualitas lingkungan.
Pelatihan IT serta ToT bagi para guru juga akan terkait dengan pelestarian
lingkungan, hal ini digambarkan dengan peran teknologi dalam proses
pembelajaran yang dapat dijangkau dan dimanfaatkan dengan menggunakan audio
maupun video. Profit, akan diperoleh perusahaan ketika produk elektronik yang
digunakan pada sejumlah program tersebut dirasakan manfaatnya dan akan menjadi
kebutuhan yang akan dicari oleh pelanggan di pasar industri.
Sementara keterkaitan dalam konsep CSV terlihat dari bagaimana perusahan
mampu berbagi dengan stakeholder dalam penciptaan nilai. Salah satu contoh
nyata dari program Samsung Technology Institute adalah memenuhi
kebutuhan dunia indutri akan tenaga kerja yang memiliki keahlian dan
ketrampilan yang berkualitas.
Pada level pertama dalam CSV, Samsung berhasil menciptakan
produk dan layanan baru yang dapat dipasarkan yang memenuhi kebutuhan
masyarakat khususnya kebutuhan dunia indutri akan tenaga kerja. Perusahaan dan
peserta program secara bersamaan menciptakan nilai sumberdaya manusia yang
memiliki keahlian dan ketrampilan yang dibutuhkan oleh pasar kerja. Di sisi
lain, Samsung berupaya mendesain ulang produk yang telah ada selama ini untuk
memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi berkaitan dengan penggunaan alat-alat
elektronik yang dapat diproduksi oleh Samsung.
Sharing pengetahuan yang dilakukan oleh Samsung pada level CSV yang kedua, dapat
menjadi bahan evaluasi internal dan mengidentifikasi area untuk perbaikan dalam
operasi internal dan hubungan pemasok perusahaan dalam rantai nilai operasional
perusahaan, misalnya produk seperti apa yang paling dibutuhkan baik dari aspek
kuantitas maupun kualitas, proses pemasarannya hingga sampai ke tangan
konsumen, sehingga operasionalnya bisa efektif dan efisien.
Pada level ketiga, pengembangan klaster local menjadi keunggulan Samsung
karena mampu menciptakan kualitas SDM yang terampil yang siap pakai di dunia
Industri dan juga memungkinkan perusahaan merekrut SDM ini sebagai tenaga kerja
karena ketrampilan dan keahlian yang dimiliki dan pada akhirnya membantu
masyarakat meningkatkan kesejahteraannya secara mandiri berdasarkan kemampuan
dan keahlian tersebut.
Simpulan
Created Shared Value adalah konsep yang diperkenalkan oleh Porter & Kramer (2011) sebagai kebijakan
dan praktik operasi yang meningkatkan daya saing perusahaan sekaligus memajukan
kondisi ekonomi dan sosial di masyarakat tempat perusahaan beroperasi. Untuk
menciptakan nilai bersama, perusahaan harus memahami kembali produk dan pasar,
dengan mendefinisikan ulang produktivitas dalam rantai nilai, dan dengan
memungkinkan pengembangan klaster lokal. Nilai bersama bukanlah tanggung jawab
sosial perusahaan atau filantropi namun menciptakan nilai bersama adalah inti
dari strategi bisnis perusahaan yang berkelanjutan. Perusahaan di semua bidang
sekarang harus menyadari bahwa kekuatan yang dimiliki dapat menciptakan
perubahan positif dalam skala besar, tanpa mengorbankan kualitas atau
pendapatan. Dalam lingkungan konsumen yang semakin kritis, bisnis perlu
mengevaluasi kembali dan menyesuaikan strategi dan operasinya agar menjadi
berkelanjutan dan benar-benar tahan di masa depan.
Daftar Pustaka
Elkington, J. (1998). Partnerships from cannibals with
forks: The triple bottom line of 21st-century business. Environmental
Quality Management, 8(1), 37–51.
https://doi.org/10.1002/tqem.3310080106
Ginting,
G. (2020). Kewirausahaan Strategis (1st ed.). Universitas Terbuka.
Lichtenstein,
D. R., Drumwright, M. E., & Braig, B. M. (2004). The effect of corporate
social responsibility on customer donations to corporate-supported nonprofit. Journal
of Marketing, 68(4), 16–32. https://doi.org/10.1509/jmkg.68.4.16.42726
Ogrizek,
M. (2002). The effect of corporate social responsibility on the branding of
financial services. Journal of Financial Services Marketing, 6(3),
215–228. https://doi.org/10.1057/palgrave.fsm.4770053
Perjalanan Menuju Dampak Yang Berkelanjutan: Membuat
Perubahan Untuk Hidup yang Lebih Baik.
(n.d.). https://csr.samsung.com/id-id/localMain.do
Porter,
M. E., & Kramer, M. R. (2006). The link between competitive adavantage and
corporate social responsiblity. Harvard, 84(December), 78–92.
http://efbayarea.org/documents/events/ccc2008/Mark-Kramer-Keynote/Strategy-Society.PDF
Porter,
M. E., & Kramer, M. R. (2011). Creating shared value. Harvard Business
Review, 89(1–2), 1–17. https://doi.org/https://www.communitylivingbc.ca/wp-content/uploads/2018/05/Creating-Shared-Value.pdf
Rao,
S. L. (2005). CSR Goes with Good Governance. The Economic Times, New Delhi,
11 March, 1-4.
Salonen,
A. O., & Camilleri, M. A. (2020). Encyclopedia of Sustainable Management. Encyclopedia
of Sustainable Management, September.
https://doi.org/10.1007/978-3-030-02006-4
0 comments:
Post a Comment